Pilkada Langsung: Memotret Tabir Demokrasi Lokal

 

Oleh:
Rasid Yunus

KPMLhulondalo.com Tulisan singkat ini dipersembahkan sebagai refleksi terhadap pelaksanaan pilkada langsung yang telah dilalui dan yang akan dilaksanakan.  Memuat tentang telaah kritis pilkada langsung dan proyeksi ideal demokrasi lokal. Selanjutnya, selamat membaca.

Tahun 2005 merupakan awal dari pelaksanaan demokrasi lokal yang sangat menghargai hak-hak individual rakyat. Terhitung sejak Juni-Desember 2005, sejumlah 198 pasang kepala daerah dan wakil kepala daerah (bupati/wakil, wali kota/wakil, dan gubernur/wakil) terpilih melalui pemilihan langsung (KPU RI).

Inilah sistem pilkada yang membuka pemaknaan baru tentang aplikasi demokrasi lokal sebagai negara bangsa yang terdiri dari berbagai perbedaan baik perbedaan vertikal maupun horizontal.

Tahun 2015 pilkada langsung dilakukan secara serentak pertama kali di seluruh Indonesia yang berjumlah 269 daerah terdiri dari 9 provinsi, 36 kota dan 224 kabupaten. Artinya, sekitar 53 persen dari total 537 jumlah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia melaksanakan pilkada serentak (KPU RI).

Tahun 2020  pilkada langsung serentak diselenggarakan tanggal 9 Desember. Hajatan demokrasi ini  masing-masing diikuti oleh 270 daerah, dengan rincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota (KPU RI).

Total daerah yang mengikuti penyelenggaraan pilkada langsung serentak tahun 2024 di Indonesia yakni sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Dengan pelaksanaan pemungutan suara pilkada serentak tanggal 27 November 2024 (KPU RI).

Pilkada langsung menjadi topik diskusi paling seksi dari warung kopi sampai hotel berbintang. Suhu politik di daerah meningkat. Perhelatan ini merupakan siklus yang diterima oleh rakyat terutama elit lokal untuk memperebutkan jabatan bupati, wali kota, dan gubernur.

Segala tingkah pola manuver dan strategi politik terekam secara terbuka. Pilkada langsung menjadi ukuran otentik demokrasi lokal, selain partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan, transparansi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sebagainya.

Kendati baru membangun demokrasi, pilkada langsung sebelumnya terbilang lancar. Secara umum tahapan-tahapan kegiatan pilkada langsung dilaksanakan sesuai ketentuan, namun ditingkat hasil masih menyimpan banyak persoalan.

Kelancaran proses tidak selalu berbanding lurus dengan impian indah tentang pilkada langsung. Sistem itu seharusnya memancarkan pesona sebagai wahana pendidikan politik rakyat.

Pilkada langsung harusnya sebagai latihan membangun demokrasi, persiapan karir politik lanjutan, membangun stabilitas politik, mencegah sparatisme, membuka kesetaraan politik, mencegah kosentrasi kekuasaan pusat, dan meningkatkan akuntabilitas publik serta kepekaan elit politik (Prihatmoko, 2005).

Pesona argumentatif Prihatmoko menjadi bermakna secara substansial manakala dirangkai dengan tiga kriteria, yaitu semangat keterbukaan, ketepatan waktu, dan keefektifan hasil pilkada (Axel Hadenius, 1992).

Fenomena pilkada langsung sejak tahun 2005 sampai dengan sekarang tak sepenuhnya seiring dengan asumsi di atas. Sinyalemen politik uang terjadi sejak rekrutmen calon sampai pemungutan suara.

Politik uang berpengaruh buruk bagi pendidikan politik rakyat. Diajukannya kasus-kasus politik uang ke meja hijau merupakan bukti empiris dalam konteks hukum yang butuh pembuktian mendalam sebagai srategi efektif pemurnian martabat demokrasi.

Kesetaraan politik masih menjadi impian, karena partai penjaga pintu pencalonan yang identik dengan kompensasi materil dan kecilnya akses tokoh potensial karena tidak memiliki sumber mahar politik.

Sisi lain, sebagian kecil partai tidak percaya diri sebagai sumber mencetak pemimpin sehingga membuka ruang bagi tokoh lain di luar partai yang memiliki kemampuan materil. Karena kondisi inilah calon independen menjadi alternatif, tapi ketika meraih kemenangan akhirnya berkompromi masuk menjadi anggota partai politik.

Pilkada langsung di beberapa daerah justru menimbulkan kekosongan pemerintahan dan stagnasi pembangunan karena terjadinya persaingan antara pejabat lama dan sekretaris daerah.

Sementara pilkada langsung di sejumlah daerah juga melahirkan instabilitas politik dan konflik primordial, karena kelemahan rasa empati dan ketidaksiapan menerima kekalahan.

Sangat sedikit kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih memiliki legitimasi kuat karena sistem penetapan calon terpilih sangat ringan. Dengan pasangan calon rata-rata diatas dua bahkan dua pasangan, kemenangan diraih cukup dengan suara terbesar.

Bukan suatu kebetulan jika kemudian pejabat lama (incumbent) lebih banyak memenangi kompetisi pilkada dibandingkan penantang, karena memiliki modal cukup menggerakkan sumber daya, baik aparatur birokrasi, PNS, politisasi bantuan sosial, dan memiliki materil yang cukup (Prihatmoko, 2008).

Memperhatikan fenomena di atas, khususnya maraknya politik uang yang dikemas dalam bumbu-bumbu peduli sosial, sulit berharap paradigma kepemimpinan daerah berubah menjadi semakin demokratis.

Sulit berharap pemimpin yang tulus-peka terhadap persoalan rakyat, partisipatif-objektif dalam pengambilan kebijakan, transparansi dalam pengelolaan anggaran, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan kewajiban.

Untuk meminimalisir uraian di atas, kuncinya pada kedewasaan, kebesaran hati, dan kesungguhan partai politik dalam merekrut calon. Kuatnya kontrol kelompok civil society yang tulus-murni demi pembangunan demokrasi dan menghindari stigma laron politik menempel pada generasi tua demi kompensasi materil.

Politik uang bisa terjadi antara lain karena rendahnya kesadaran dan rasionalitas politik kebangsaan di  masyarakat. Untuk meningkatkan rasionalitas dan daya kritis masyarakat, diperlukan kerja berkesinambungan atas nama demokrasi kebangsaan demi masa depan manusia yang adil dan beradab.

Jika ingin dikenang kebaikanmu oleh sejarah, maka semaikanlah kebaikan praktek demokrasi pada generasi yang akan datang. Selamat berdemokrasi pada pilkada langsung serentak bulan November 2024. Jayalah bangsaku.


Penulis: Rasid Yunus
Editor: Pebriyanto A. Hulinggi

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama