Yang Diabaikan dalam Pendidikan

 

Oleh: Rasid Yunus

KPMLhulondalo.comSejak tahun 1959, sebagai bentuk penghormatan terhadap jasanya dalam dunia pendidikan, maka tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Waktu tersebut bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara seorang tokoh pendidikan Indonesia.

Mulai tahun 2019, momen hari pendidikan diperluas secara global, melalui peringatan Hari Pendidikan Internasional (World Education Day) yang telah ditetapkan oleh PBB pada tanggal 1 Desember 2018, untuk diperingati setiap tanggal 24 Januari.

Namun dalam uraian artikel singkat ini, penulis menyuguhkan realitas pendidikan di Indonesia yang dilihat dari aspek dan dinamika penerapan pendidikan budaya, sebagai cemilan dalam memperingati Hardiknas 2 Mei 2023. Selanjutnya selamat membaca.

Tanggal 8 Januari 2013 Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Dalam konteks tersebut, MK membubarkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) maupun Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) pada sekolah-sekolah pemerintah.

Dalam putusannya, MK menyatakan pasal yang mengatur RSBI/SBI yang berada di sekolah-sekolah pemerintah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Alasan MK membubarkan RSBI/SBI sesuai gugatan oleh sejumlah orang tua peserta didik, dosen, dan aktivis pendidikan. Mereka menilai RSBI/SBI rawan penyelewengan dana, menimbulkan diskriminasi, kastanisasi pendidikan, serta biaya pendidikan sangat mahal.

Selain itu, praktek pendidikan RSBI/SBI menjauhkan pendidikan nasional dari akar budaya dan jati diri bangsa Indonesia karena penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada proses pembelajaran.

Putusan MK merupakan putusan tertinggi, dan tidak ada lagi upaya hukum setelahnya. Artinya, putusan MK mengikat dan inkrah kepada siapapun yang berperkara terhadap suatu persoalan.

Sejenak alasan MK mengabulkan gugatan para pihak berkaitan dengan keadilan pendidikan dan kebudayaan bangsa. Praktek pendidikan harusnya mengakomodir unsur keadilan dan pengembangan budaya.

Terkait dengan literasi budaya,  UU No. 20 tahun 2003, UU No. 23 tahun 2014 merupakan instrumen mendukung kearah itu, meskipun beberapa pasal mendapat protes dari berbagai kalangan.

Khusus pengembangan budaya, lahirlah Permendikbud No. 79 tahun 2014 tentang muatan lokal kurikulum 2013. Muatan lokal adalah aktivitas kurikuler yang memfokuskan pada pengembangan kompetensi sesuai ciri potensi dan ciri khas daerah.

Dalam pelaksanaannya, tiga sasaran pokok pelaksanaan kurikulum muatan lokal, seperti: (1) melahirkan kedekatan peserta didik dengan sosial budaya beserta nilai budaya dan lingkungannya; (2) mengembangkan keterampilan yang kontekstual dan (3) menanamkan kepedulian peserta didik terhadap permasalahan di lingkungannya.

Praktek pelajaran muatan lokal di persekolahan merupakan praktek pendidikan budaya. Meskipun kurikulumnya belumlah komprehensif, tetapi paling tidak peserta didik diperkenalkan bagaimana nilai budaya yang berada di sekitar mereka.

Kurikulum muatan lokal belum terasa outputnya, kemudian digantikan dengan mata pelajaran prakarya sesuai dengan Permendikbud No. 35 tahun 2018 tentang perubahan atas Permendikbud No. 58 tahun 2014 tentang kurikulum 2013 Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Berdasarkan Permendikbud tersebut, muatan lokal dihapus dan diganti pelajaran prakarya. Prakarya merupakan mata pelajaran di tingkat SMP gabungan dari mata pelajaran yang dihilangkan yakni TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), PLK (Pendidikan Lingkungan Kehidupan), dan Mulok (Tata Boga, Tata Busana dan Jasa Niaga).

Prakarya terdiri dari 4 aspek yaitu kerajinan, pengolahan, budidaya, dan rekayasa. Sekolah diwajibkan untuk memilih 2 aspek yang disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan daerah setempat.

Saat ini, keluar lagi regulasi baru tentang Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (5P) tertuang dalam Permendikbud No. 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.

Pada skemanya, 5P terdiri dari enam dimensi, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebhinekaan global, 5) bernalar kritis, serta 6) kreatif.  Dimensi-dimensi ini memasukan kebudayaan setempat dalam pendidikan melalui program kurikuler maupun ekstrakurikuler.

Penghapusan mata pelajaran muatan lokal kemudian digantikan dengan prakarya, kemudian hadirnya 5P merupakan bukti bahwa pemerintah masih setengah hati menghadirkan pendidikan berbasis budaya.

Bagaimana bisa menghadirkan mata pelajaran yang baru, sementara mata pelajaran sebelumnya belumlah dirasakan totalitas hasilnya. Belum lagi mata pelajaran baru terkendala pada kesiapan kompetensi guru.

Bahkan di perguruan tinggi kurangnya desain pendidikan budaya dalam struktur kurikulumnya, kurangnya kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan pengembangan kearifan lokal, dan minimnya program studi spesifikasi pendidikan budaya maupun prakarya.

Nampaknya berbagai pihak memandang pendidikan dalam konteks lain. Hal ini bisa dilacak bahwa pendidikan selalu diidentikan dengan indeks kemajuan sesuai indikator yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga dunia.

Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan merilis pencapaian nilai Programme for International Student Assessment (PISA). Rilis ini dilakukan bersama dengan 72 negara peserta survei PISA. Hasil survei tahun 2015 misalnya, menunjukkan kenaikan pencapaian pendidikan di Indonesia yang signifikan yaitu sebesar 22,1 poin.

Hasil tersebut menempatkan Indonesia pada posisi ke empat dalam hal kenaikan pencapaian murid dibanding hasil survei sebelumnya pada tahun 2012,  dari 72 negara yang mengikuti tes PISA.

PISA merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains.

Selain itu, beberapa indikator yang dijadikan dasar kemajuan pendidikan diantaranya akses, pemerataan, infrastruktur, tenaga kependidikan, regulasi, dan anggaran.

Kurikulum yang konstruktif seolah ditempatkan pada nomor sekian dalam proses pendidikan kita. Pada setiap siklus pemerintahan, gonta-ganti kurikulum dengan dalil tuntutan sudah menjadi kebiasaan untuk meninggalkan legacy.

Pendidikan bukan persoalan legacy, tetapi berbicara tentang generasi yang tidak kering akan identitasnya meskipun di tengah tuntutan kemajuan. Artinya kolaborasi identitas dengan perkembangan tak bisa diabaikan. Jika itu terjadi, maka kemajuan akan melahirkan generasi yang keropos.

Pendidikan tidak bisa lepas dari kebudayaan. Konsep Krober dan Kluckhohn (2007) tentang “sebab akibat sirkuler” yang berarti antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan merupakan dalil yang patut untuk diperhatikan. Di sini pendidikan merupakan proses interaksi yang bersifat simbiosis mutualisme antara generasi dan kebudayaan.

Ki Hajar Dewantara (1962) mengemukakan bahwa kebudayaan tidak bisa dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. Intinya, pendidikan bukan hanya aspek intelektual, melainkan kebudayaan secara keseluruhan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hana Panggabean dkk (2014) bahwa gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk menggambarkan peran pemimpin di Indonesia adalah kepemimpinan fasilitatif.

Gaya ini ditandai dengan sikap mengayomi, pelibatan dan memotivasi. Akar dari konsep ini ialah trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Pemimpin yang jeli membaca situasi akan bijak menempatkan peran dan kuasanya, menjadi panutan, memotivasi, dan memberi dorongan.

Jadi, fungsi dan manfaat pendidikan melalui muatan lokal bukan hanya berkaitan dengan pengembangan knowledge, skills, melainkan attitude yang terbentuk secara ketat dari literasi science, budaya, dan lingkungan peserta didik.

Hal ini penting demi kemajuan anak-anak bangsa. Kemajuan yang dimaksud ialah kemajuan yang memadukan antara tuntutan zaman dengan tuntunan perilaku yang ajeg dengan pesan moral bangsanya. 

Selamat Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2023. Jayalah Bangsaku.


Penulis                    : Rasid Yunus
Editor/Publishing    : Pebriyanto A. Hulinggi

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama