Mudik

 
Oleh:
Rasid Yunus

KPMLhulondalo.com Tahun ini masyarakat Indonesia mengalami kelonggaran mudik. Maklum tiga tahun belakangan, masyarakat terpaksa dibelenggu oleh pandemi Covid-19 sehingga aktivitas masyarakat dibatasi sedemikian ketat oleh pemerintah. Karena sudah melewati fase darurat Covid-19, maka tradisi mudik diperbolehkan kembali.

Tujuan mudik biasanya melepas rindu bertemu orang tua atau sanak keluarga serta menikmati kembali suasana kampung yang ditinggalkan karena pekerjaan. Tak heran, berbagai moda transportasi hingga kendaraan pribadi digunakan masyarakat saat mudik.

Terminologi mudik berasal dari kata atau istilah udik yakni sebutan bagi urban di Jakarta saat itu.  Istilah ini dahulu digunakan untuk kaum urban yang tak sanggup tinggal di Kota Jakarta, dan memilih balik ke kampung masing-masing.

Mudik adalah kegiatan perantau untuk pulang ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran, Natal dan Tahun Baru, Idul Adha dan Hari besar Nasional.  Perjalanan mudik biasanya H-7 hingga H+7 hari raya keagamaan.

Sebelum pandemi, masyarakat Indonesia melakukan mudik meningkat secara kuantitas. Misalnya, tahun 2013 jumlah pemudik sebanyak 22.100.000 orang (menurut Litbang Kemenhub RI).

Peminat mudik semakin bertambah 2 tahun berikutnya, yakni di tahun 2014 dan 2015. Pada lebaran 2015, masyarakat melakukan tradisi tahunan ini  sejumlah 23.400.000 orang.

Di tahun 2016, peminat mudik sempat mengalami penurunan yakni 18.600.000 orang. Di tahun ini menjadi catatan buruk tradisi mudik di Indonesia, karena terjadi kemacetan tol Brebes Exit selama 20 jam. Akibatnya, 12 orang pemudik meninggal dunia.

Setelah insiden itu, penurunan angka pemudik terjadi di tahun 2019. Total pemudik selama masa lebaran 2019 sebanyak 18.343.021 orang. Angka tersebut tercatat menurun 2,42 persen dibandingkan pada 2018, yakni sebesar 18.798.315 orang pemudik.

Kemudian, di tahun 2020  Covid-19 resmi melanda Indonesia. Kasus penularan Covid-19 harian di RI bertambah buruk, sehingga pemerintah memutuskan untuk meniadakan mudik lebaran. Akibatnya, pemudik di tahun 2020 turun menjadi 5,8 juta pemudik saja.

Tahun 2021, pelarangan mudik masih diterapkan, tetapi masyarakat di Indonesia yang melakukan tradisi ini bertambah sedikit, yakni menjadi 9.841.488 pemudik. Tahun 2022 Kementerian Perhubungan RI memperkirakan jumlah pemudik ± 85 juta orang.

Untuk tahun ini (2023) jumlah pemudik diprediksi meningkat signifikan menjadi 123,8 juta orang pemudik (survei Kemhub RI tahun 2023). Hal ini wajar karena tidak ada lagi larangan dari pemerintah tentang mudik.

Ternyata, tradisi mudik bukan hanya berlaku di Indonesia. Negera-negara lain juga melaksankan kegiatan mudik. Negara-negara tersebut seperti India, Malaysia, Arab Saudi, Turki, dan Tiongkok.

India memiliki perayaan lebaran yang meriah, meskipun jumlah muslimnya minoritas. Salah satu kemeriahan lebaran di India terasa saat mudik. Tetapi, arus mudik lebaran lebih kecil dibandingkan pada bulan Oktober hingga November tiap tahunnya.

Saat itu, sebagian besar warga India merayakan "Festival of Lights alias Dilwali". Perayaan ini meriahnya sama dengan perayaan Idul Fitri di negara-negara Islam. Warga India akan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman.

Malaysia memiliki tradisi mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sama seperti Indonesia, penduduk Malaysia mayoritas muslim. Sehingga, kemeriahaannya saat mudik lebaran sangat terasa.

Mereka yang mudik adalah warga yang merantau ke kota untuk bekerja. Bedanya Malaysia tidak mengenal istilah mudik atau pulang kampung, melainkan Balik Kampung sesuai dengan terminologi bahasa mereka.

Tradisi mudik juga dilakukan warga muslim di Arab Saudi menjelang Hari Raya Idul Fitri. Apalagi, Arab Saudi memiliki Ka’bah sebagai tempat ibadah paling suci umat Islam. Tak heran tiap lebaran, perayaannya selalu meriah sekali.

Masing-masing daerah menggelar festival, pagelaran teater, pertunjukan musik, dan kesenian lainnya. Keluarga perantau akan pulang, sedangkan keluarga yang tinggal di rumah akan mendekorasi rumahnya dan menyiapkan aneka masakan khas lebaran.

Di Turki Idul Fitri dikenal dengan istilah “Bayram”. Saat berjumpa dengan sesama muslim, mereka saling mengucapkan salam “Bayraminiz Kutlu Olsun”, “Mutlu Bayramlar”, atau “Bayraminiz Mubarek Olsun”. Ketiganya berarti selamat merayakan Hari Raya Bayram.

Selanjutnya di Tiongkok. Penduduk Tiongkok saat ini  mencapai lebih dari satu miliar jiwa. Dari jumlah itu, ±18 juta penduduk-Nya memeluk agama Islam dan kebanyakan tinggal di Xinjiang dan Yunnan. Kedua kota itu selalu merayakan lebaran secara meriah.

Tradisi mudik di Tiongkok tidak hanya berlangsung saat lebaran. Pulang kampung dengan arus yang paling padat terjadi pada saat perayaan tahun baru Tiongkok yaitu Imlek. Perayaan Imlek di Tiongkok jauh lebih meriah dibanding Hari Raya Idul Fitri.

Potret kegiatan mudik di atas menjadi menarik jika dikaji dalam perspektif lain. Mudik bukan hanya berkaitan dengan ekonomi, politik, serta mobilitas penduduk. Melainkan berkaitan pula dengan psikologi pemudik untuk mengobati kerinduan baik terhadap orang tua, keluarga dan kampung halaman.

Bagi pemudik, ada ruang yang mereka tidak dapatkan ketika mereka berada di tempat lain. Meskipun di tempat lain dalam hal ekonomi menjanjikan, namun mereka tidak merasakan bagaimana suasana di kampung.

Suasana tersebut seperti eratnya tali kekerabatan, persaudaraan, solidaritas dan cinta identitas. Karakter demikian nampaknya hilang ketika mereka berada di tempat lain. Olehnya kondisi seperti itu mereka rajut kembali ketika mudik ke kampung halaman.

Bagi pemudik meski waktunya singkat, sudah cukup bagi mereka untuk bersua dengan kondisi sosio-kultural kampung halaman dan memulihkan kembali memori kolektif yang membuat hati mereka damai dan tenteram.

Intinya, daerah tumpah darah merupakan basis karakter warga sebelum membangun relasi dan berinteraksi di tempat lain. Jika ingin hidup sukses di tempat lain, maka resapilah pesan kehidupan kampung asal. Selamat mudik dan selamat hari Raya Idul Fitri 1444 H. Bagi yang belum sempat tahun ini, semoga di tahun berikutnya bisa mudik.


Penulis: Rasid Yunus
Publish: Pebriyanto A. Hulinggi


0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama