KPMLhulondalo.com Artikel singkat ini pernah publish pada https://fkmmgtlo.blogspot.com tayang pada tanggal 20 Mei 2020 dengan tema berpikir. Atas dasar kebutuhan literasi, maka dipublish kembali dengan sedikit penambahan pada tema dan paragraf. Selanjunya selamat membaca.
Secara sederhana berpikir adalah membangun ide, konsep, serta menghasilkan pemikiran yang baru. Berkembangnya pemikiran diperoleh dari informasi yang disimpan dalam file otak manusia. Ketika fenomena politik yang diamati, maka spontan keluar file politik (semacam pilkada, pileg, pilpres, dan indikator lain yang mengikutinya).
Jika masalah pendidikan yang disuguhkan, maka yang keluar adalah file pendidikan (pemerataan, standar pendidikan dasar, menengah dan standar nasional pendidikan tinggi). Hal yang sama terjadi pada bidang lain.
Olah pikir sesungguhnya bukan hanya berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi berkaitan pula dengan kebutuhan manusia.
Dalam teori hirarki kebutuhan, Maslow menggambarkan kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan rasa Aman mencakup bebas dari kriminalitas, perang, cemas, bahaya, kerusuhan maupun bencana alam.
Kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang, seperti kebutuhan akan cinta, kasih sayang maupun memiliki dan dimiliki. Kebutuhan akan penghargaan, meliputi penghargaan terhadap prestasi, kemuliaan, apresiasi bahkan pengakuan akan dominasi. Kebutuhan aktualisasi diri, mencakup kenginan yang dijalankan terus-menerus untuk memenuhi hasrat potensi diri.
Konsepsi Maslow di atas menuntun daya pikir dan orientasinya. Hanya saja, dalam kehidupan sehari-hari kita tidak boleh membabi buta menggunakan pikiran tanpa mempertimbangkan unsur (baik buruk dan benar salah).
Jika salah menggunakan pemikiran, maka berimplikasi pada ketidakbaikan. Irisan antara materi dan ilmu pengetahuan sebagai prodak dari pikiran sangatlah kental dan terkadang seseorang terjebak pada ranah yang sempit.
Sebagai contoh jika orang memandang materi adalah hal yang pokok, maka pikiran menjadi alat untuk mendapatkan materi tersebut. Sehingga tidak jarang kita menemukan individu yang katanya ilmuan tetapi produk keilmuannya hanya untuk memuaskan hasrat materi yang diinginkan tanpa memperhatikan secara holistik produk pemikirannya.
Bahkan demi materi, individu terjebak pada “pengemis intelektual”, menjual ide sana sini, memanfaatkan jaringannya dan berlaga seolah kaum cendikiawan tetapi bidikan akhir adalah materi. Orang seperti ini kurang memahami materi sebagai nurturant effect (dampak penggiring) dari pengetahuan.
Kaum pemikir yang tidak terjebak pada praktek “pengemis intelektual” bukan berarti mereka tidak paham akan cara-cara tersebut. Sesungguhnya mereka paham. Akan tetapi, mereka sadar bahwa hal tersebut bentuk penghianatan terhadap tujuan akhir dari ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahun sebagai prodak dari pikiran adalah nilai kebenaran filosofis. Materi adalah dampak penggirinya. Artinya, niatan awal adalah penyebarluasan ilmu pengetahuan kemudian memperoleh apresiasi materi dari kegiatan tersebut. Bukan malah sebaliknya.
Kaum pemikir yang seperti ini, juga tidak membatasi ruang gerak untuk mengaktualisasikan ilmu di manapun berada, tapi mereka sadar memposisikan diri. Karena dalam ruang dan konteks, mereka selalu dibekali pikiran (baik buruk dan benar salah).
Dalam konteks itulah, menyikapi fenomena sirkulasi pemimpin misalnya, ada sebagian pemuda menyuarakan pentingnya sirkulasi pemimpin muda dalam kancah politik, atau menduduki jabatan strategis dalam instansi. Gagasan ini pertama-tama harus dibaca sebagai tuntutan tampilnya pemimpin yang lebih muda dibanding yang sekarang memimpin.
Lebih dari sekadar mendambakan hadirnya pemimpin yang lebih fresh, energik, dan memiliki endurance (daya tahan), tuntutan regenerasi menyiratkan keinginan melihat pemimpin lokal maupun nasional.
Menanti pemimpin berusia muda secara biologis saja tidak cukup. Tentu saja yang diharapkan dari pemimpin muda adalah kedalaman wawasan dan pengalaman, serta kematangan berpikir, serta mampu berdialektik secara konstruktif.
Pemuda dengan atribut semacam ini hanya mungkin ditemukan di tengah-tengah mereka yang mau berkeringat mengambil tanggung jawab memajukan daerahnya, tidak sekadar berpangku tangan, atau berorasi tentang bobroknya mentalitas bangsa.
Dialah sosok pemuda-aktivis yang lahir dari rahim keprihatinan, dibesarkan dengan tanggung jawab untuk terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses perubahan masyarakatnya.
Sosok pemuda-aktivis bukan tipe pemuda yang dilukiskan WS Rendra mengambil pandangan hidupnya dari buku namun terpisah dari kehidupan, tidak terlatih dalam metode namun hanya menghapal kesimpulan.
Bukan pemuda-aktivis yang hanya terlatih sebagai pemakai tetapi kurang latihan bebas berkarya, dan kehidupan mereka dipisahkan oleh jenjang pendidikan yang ditempuh dengan mirisnya fakta yang dialami oleh masyarakat.
Pendeknya, pemuda yang diinginkan adalah mampu memadukan daya pikir yang matang, mumpuninya pengalaman, mendalami penderitaan masyarakat secara sosial-kultural, maupun akibat dari produk kebijakan pemerintah kurang memadai dengan kebutuhan publik. Semoga bermanfaat. Selamat melaksanakan ibadah Puasa 1444 H.
Publish: Pebriyanto A. Huinggi
Posting Komentar