Oleh: Rasid Yunus
Torosiaje. Sebuah nama yang tidak
asing lagi bagi masyarakat Pohuwato, Gorontalo bahkan nasional maupun
internasional. Apalagi mereka-mereka yang sering bergelut dengan “Destinasi Wisata”.
Tidak lengkap rasanya bila ke bagian Barat Gorontalo jika tidak mengunjungi dan
menikmati anugrah Tuhan yang sungguh luar biasa ini.
Bagi orang yang datang ke tempat ini mungkin beragam ekspresi yang timbul, baik sekedar menikmati keindahan lingkungan dan keindahan rumah terapungnya. Selain ekspresi kegembiraan dan kekaguman, mungkin timbul pula prasangka-keanehan, sebab aktivitas masyarakat yang hidup di atas laut menurut logika sederhana tidaklah mungkin.
Tetapi apapun ekspresi maupun prasangka para pengunjung, entitas Suku Bajo yang hidup di Torosiaje baik secara de facto maupun de jure diakui sebagai warga negara yang sah, memiliki hak dan kewajiban yang sama didepan hukum dan politik di Pohuwato, Gorontalo maupun Indonesia secara umum.
Terlepas dari uraian di atas, fakta dan nilai yang dapat dipelajari dari entitas suku ini adalah : (1) Mereka Suku Bajo yang hidup di Desa Torosiaje adalah mayoritas muslim dan kondisi ini paralel dengan tingkat ketaatan mereka terhadap ajaran agama.
Paling tidak nampak ketika waktu shalat tiba, petugas Masjid mengumandangkan azan dan beberapa saat kemudian para jamaah berdatangan untuk shalat berjamaah di masjid. Fakta ini menunjukkan bahwa nilai-nilai religiusitas pada masyarakat Suku Bajo khususnya mereka yang hidup di Desa Torosiaje terpelihara dengan baik (walaupun secara kuantitas masih perlu perhatian).
(2) Suku Bajo yang familiar-humanis, pada level ini nampak ketika datangnya pengunjung untuk berwisata ke tempat ini, masyarakatnya terbuka dan memperlakukan tamu seperti saudara sendiri dan tidak terasa polarisasi antara Suku Bajo dengan suku pendatang, baik mereka yang sementara waktu menikmati wisata ini maupun bagi mereka yang tinggal beberapa waktu untuk melakukan study-riset tentang eksistensi Suku Bajo di Desa Torosiaje;
(3) Suku Bajo yang cinta lingkungan. Suku Bajo yang hidup di Desa Torosiaje ciri khas etniknya adalah hidup di atas laut. Kondisi ini menyebabkan orang Bajo sering disebut sebagai manusia perahu. Bagi Suku Bajo, laut merupakan medan untuk melangsungkan aktivitas demi mempertahankan hidup. Laut pula menjadi tempat mereka untuk mengais rezeki.
Menariknya, walaupun segala aktivitas dan kehidupannya di laut, namun mereka tidak memperlakukan semena-mena laut beserta isinya. Hal ini nampak pada aktivitas mereka yang selalu menjaga keseimbangan lingkungan laut seperti tidak sembarangan menebang mangrove.
Jika ada penambahan pemukiman baru, maka mereka mencari laut yang tak memiliki mangrove untuk membangun rumah terapung bagi warga. Kalaupun harus menebang mangrove, mereka menggantingkan mangrove tersebut dengan menanam mangrove baru.
(4) Suku Bajo yang tangguh, pekerja keras dan ulet. Laut memberi basis pengetahuan akan pentingnya mempertahankan hidup. Orang Bajo menyadari jika tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk memanfaatkan laut, maka mereka tidak bisa melangsungkan hidup, dan bahkan kedepannya Suku Bajo akan punah. Berbekal keuletan dan ketangguhan Suku Bajo bisa mempertahankan hidup, bahkan semakin hari entitas dan sub-etniknya semakin bertambah jumlahnya.
Gambaran tentang Suku Bajo yang bermukim di Desa Torosiaje di atas merupakan bukti bahwa betapa pentingnya memahami, menganalisis, dan menjalankan budaya serta konsisten menjaga nilai-nilainya. Sebab eksistensi budaya yang lengkap dengan nilai-nilainya sangatlah penting untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dan menjaga orientasi hidup manusia.
Hal yang sama digambarkan oleh seorang antropolog yaitu C. Kluchon bahwa budaya mengajarkan lima orientasi hidup manusia yakni : (1) hubungan manusia dengan Tuhan; (2) Hubungan manusia dengan manusia; (3) Hubungan manusia dengan lingkungan; (4) Hubungan manusia dengan waktu; dan (5) Hubungan manusia dengan prestasi.
Hal lain tentang karakter Suku Bajo di Torosiaje dapat ditelusuri melalui hasil studi F. R. Zacot (2008) tentang Orang Bajo Suku Pengembara Laut, Ramli Utina (2012) tentang Kecerdasan Ekologis dalam Kearifan Lokal Masyarakat Bajo Desa Torosiaje, Adrian B. Lapian (2009) tentang Orang Laut Bajak Laut Raja Laut dan Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX, Usman Moses (2013) tentang Sosio-Kultural Ekologi Masyarakat Suku Bajo Torosiaje Teluk Tomini dan Rasid Yunus (2021) tentang Membangun karakter Bangsa Suku Bajo dalam Perspektif Identitas Etnik dan lain-lain.
Kedepan komunitas Suku Bajo khususnya mereka yang hidup di Desa Torosiaje bukan hanya dijadikan sebagai tempat “Destinasi Wisata” yang sering dieksploitir untuk kepentingan keindahan-daerah dan kepentingan ekonomi.
Tetapi lebih dari itu, yakni menjadikan Suku Bajo benar-benar merasakan kehidupan yang sesungguhnya, memperoleh perlakuan yang adil baik secara ekonomi, politik, dan hukum tanpa mengurangi atau menghilangkan orientasi dan kebutuhan warisan kebudayaan mereka. Tidak menjadikan mereka sebagai dagalan politik-kepentingan yang tidak berimplikasi positif terhadap kebutuhan mereka.
Pendeknya, jadikanlah Suku Bajo sebagai bagian dari keluarga kita dan hargailah mereka sebagaimana kita menghargai diri sendiri serta menghargai sesama manusia. Jika ini yang dilakukan, berarti kita telah memperlakukan ciptaan Tuhan dengan baik, benar dan adil serta melestarikan situs-situs budaya yang kaya akan pesan-pesan kebaikan tentang kehidupan.
Editor: Pebriyanto Hulinggi
Posting Komentar