Oleh: Rasid Yunus
KPMLhulondalo.com. Artikel sederhana ini lahir dari euforia masyarakat Indonesia menghadapi mudik tahun 2022. Maklum
dua tahun belakangan mudik sempat dilarang oleh pemerintah RI dikarenakan
suasana pandemi Covid-19.
Dalam Artikel ini mengulas tentang terminologi, data, mudik di
negara lain, serta nilai-nilai dibalik mudik. Selanjutnya selamat membaca.
Tahun ini masyarakat yang biasanya mudik dapat
bernapas lega, sebab pemerintah melonggarkan aturan terkait pandemi Covid-19 dengan
memperbolehkan calon pemudik pergi ke kampung halamannya.
Namun,
masyarakat yang akan mudik harus memastikan mereka memenuhi syarat untuk pergi,
yakni sudah vaksinasi booster dan surat hasil tes Covid-19 negatif bagi yang
masih dosis 1 dan 2.
Tujuan mudik
biasanya melepas rindu bertemu orang tua atau sanak keluarga serta menikmati
kembali suasana kampung yang ditinggalkan karena pekerjaan. Tak heran, berbagai
moda transportasi hingga kendaraan pribadi digunakan masyarakat saat mudik.
Terminologi
mudik menurut para ahli berasal dari kata atau istilah udik yakni sebutan bagi urban
di Jakarta saat itu. Istilah ini dahulu
digunakan untuk kaum urban yang tak sanggup tinggal di Kota Jakarta, dan
memilih balik ke kampung masing-masing.
Mudik adalah kegiatan perantau untuk pulang ke kampung
halamannya. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi
menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran, Natal dan Tahun
Baru, Idul Adha dan Hari besar Nasional. Perjalanan mudik biasanya H-7 hingga H+7 hari
raya keagamaan.
Sebelum pandemi, masyarakat
Indonesia melakukan mudik meningkat secara kuantitas. Misalnya, tahun 2013
jumlah pemudik sebanyak 22.100.000 orang (menurut Litbang Kemenhub RI).
Peminat
mudik semakin bertambah 2 tahun berikutnya, yakni di tahun 2014 dan 2015. Pada
lebaran 2015, masyarakat melakukan tradisi tahunan ini sejumlah 23.400.000 orang.
Di tahun
2016, peminat mudik sempat mengalami penurunan yakni 18.600.000 orang. Di tahun
ini menjadi catatan buruk tradisi mudik di Indonesia, karena terjadi kemacetan
tol Brebes Exit selama 20 jam. Akibatnya, 12 orang pemudik meninggal dunia.
Setelah
insiden itu, penurunan angka pemudik terjadi di tahun 2019. Total pemudik
selama masa lebaran 2019 sebanyak 18.343.021 orang. Angka tersebut tercatat
menurun 2,42 persen dibandingkan pada 2018, yakni sebesar 18.798.315 orang
pemudik.
Kemudian, di
tahun 2020 Covid-19 resmi melanda
Indonesia. Kasus penularan Covid-19 harian di RI bertambah buruk, sehingga
pemerintah memutuskan untuk meniadakan mudik lebaran. Akibatnya, pemudik di
tahun 2020 turun menjadi 5,8 juta pemudik saja.
Tahun 2021,
pelarangan mudik masih diterapkan, tetapi masyarakat di Indonesia yang
melakukan tradisi ini bertambah sedikit, yakni menjadi 9.841.488 pemudik. Tahun
2022 Kementerian Perhubungan RI memperkirakan jumlah pemudik ± 85 juta orang.
Ternyata, tradisi
mudik bukan hanya berlaku di Indonesia. Negera-negara lain juga melaksankan
kegiatan mudik. Negara-negara tersebut seperti India, Malaysia, Arab Saudi,
Turki, dan Tiongkok.
India memiliki
perayaan lebaran yang meriah, meskipun jumlah muslimnya minoritas. Salah satu
kemeriahan lebaran di India terasa saat mudik. Tetapi, arus mudik lebaran lebih
kecil dibandingkan pada bulan Oktober hingga November tiap tahunnya.
Saat itu, sebagian
besar warga India merayakan "Festival
of Lights alias Dilwali". Perayaan ini meriahnya sama dengan perayaan
Idul Fitri di negara-negara Islam. Warga India akan berbondong-bondong pulang
ke kampung halaman.
Malaysia memiliki
tradisi mudik menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sama seperti Indonesia, penduduk
Malaysia mayoritas muslim. Sehingga, kemeriahaannya saat mudik lebaran sangat
terasa.
Mereka yang
mudik adalah warga yang merantau ke kota untuk bekerja. Bedanya Malaysia tidak
mengenal istilah mudik atau pulang kampung, melainkan Balik Kampung sesuai
dengan terminologi bahasa mereka.
Tradisi
mudik juga dilakukan warga muslim di Arab Saudi menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Apalagi, Arab Saudi memiliki Ka’bah sebagai tempat ibadah paling suci umat Islam.
Tak heran tiap lebaran, perayaannya selalu meriah sekali.
Masing-masing
daerah menggelar festival, pagelaran teater, pertunjukan musik, dan kesenian
lainnya. Keluarga perantau akan pulang, sedangkan keluarga yang tinggal di
rumah akan mendekorasi rumahnya dan menyiapkan aneka masakan khas lebaran.
Di Turki Idul
Fitri dikenal dengan istilah “Bayram”.
Saat berjumpa dengan sesama muslim, mereka saling mengucapkan salam “Bayraminiz Kutlu Olsun”, “Mutlu Bayramlar”, atau “Bayraminiz Mubarek Olsun”. Ketiganya berarti
selamat merayakan Hari Raya Bayram.
Selanjutnya
di Tiongkok. Penduduk Tiongkok saat ini mencapai lebih dari satu miliar jiwa. Dari
jumlah itu, ±18 juta penduduk-Nya memeluk agama Islam dan kebanyakan tinggal di
Xinjiang dan Yunnan. Kedua kota itu selalu merayakan lebaran secara meriah.
Tradisi
mudik di Tiongkok tidak hanya berlangsung saat lebaran. Pulang kampung dengan
arus yang paling padat terjadi pada saat perayaan tahun baru Tiongkok yaitu Imlek.
Perayaan Imlek di Tiongkok jauh lebih meriah dibanding Hari Raya Idul Fitri.
Potret
kegiatan mudik di atas menjadi menarik jika dikaji dalam perspektif lain. Mudik
bukan hanya berkaitan dengan ekonomi, politik, serta mobilitas penduduk. Melainkan
berkaitan pula dengan psikologi pemudik untuk mengobati kerinduan baik terhadap
orang tua, keluarga dan kampung halaman.
Bagi
pemudik, ada ruang yang mereka tidak dapatkan ketika mereka berada di tempat
lain. Meskipun di tempat lain dalam hal ekonomi menjanjikan, namun mereka tidak
merasakan bagaimana suasana di kampung.
Suasana tersebut
seperti eratnya tali kekerabatan, persaudaraan, solidaritas dan cinta
identitas. Karakter demikian nampaknya hilang ketika mereka berada di tempat
lain. Olehnya kondisi seperti itu mereka rajut kembali ketika mudik ke kampung
halaman.
Bagi pemudik
meski waktunya singkat, sudah cukup bagi mereka untuk bersua dengan kondisi
sosio-kultural kampung halaman dan memulihkan kembali memori kolektif yang
membuat hati mereka damai dan tenteram.
Intinya, daerah tumpah darah merupakan basis
karakter warga sebelum membangun relasi dan berinteraksi di tempat lain. Jika ingin
hidup sukses di tempat lain, maka resapilah pesan kehidupan kampung asal. Selamat
mudik dan selamat hari Raya Idul Fitri 1443 H.
Publish: Pebriyanto A.H
Penulis: Rasid Yunus
Posting Komentar