KPMLhulondalo.com “Mayoritas tak akan menggantikan sang manusia, sama seperti 100 manusia bodoh tidak dapat mengganti 1 orang bijaksana, dan suatu putusan yang heroik tidak mungkin datang dari 100 orang pengecut” (Adolf Hitler).
Tentu saja tulisan ini tidak diperuntukkan mengulas lebih jauh kisah hidup Hitler. Penulis hanya mengutip ungkapan Hitler tentang semangat heroik, meski sang Tokoh ini mendapat penilaian beragam dari berbagai ilmuan sosial politik dunia.
Setiap manusia dan organisasi pasti memiliki kisah heroik. Perilaku heroik tidak datang begitu saja, melainkan hadir sebagai akumulasi tindakan produktif di setiap zamannya. Hal yang sama berlaku pula pada organisasi Kesatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia Lemito Gorontalo (KPML-G).
KPML-G sebagai entitas, memiliki cerita produktif yang harus tersampaikan pada setiap generasinya. Hal ini penting agar kisah/lakon dan nilai heroiknya tumbuh subur serta dapat ditransformasi oleh kader sesuai tantangan-Nya. Adapun lakon heroik pada KPML tersaji pada ulasan berikut:
Pertama, cerita di Kos belakang Diler Kawasaki samping SMP Negeri 2 Kota Gorontalo. Sekitar tahun 2002-2003 beberapa orang mahasiswa Lemito sering berkumpul dan berdiskusi di kos ini. Kos tersebut dikontrak oleh Iron Karama dan Dartu Basiru. Ukurannya kira-kira 3X3 M.
Diantara materi yang mereka diskusikan pentingnya membentuk organisasi Paguyuban Kecamatan Lemito, sebagai wadah solidaritas dan cinta sesama mahasiswa Lemito, pun memperkuat keberadaan Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Pohuwato Gorontalo (KPMIP-G). Melalui diskusi dan proses dialektik-konstruktif, maka disepakatilah nama organisasi KPML-G.
Di kosan inilah, tonggak sejarah lahirnya gagasan tentang KPML-G. Sebuah tempat yang biasa-biasa saja, tetapi memiliki implikasi besar terhadap eksistensi mahasiswa, pemuda dan pembangunan khususnya di Kecamatan Lemito. Para pelakon yang terlibat dalam proses ini, layak mendapat prestise. Mereka adalah Iron Karama (ketua pertama KPML-G), Darto Basiru, Herman Abdullah, Herdiman Haras dan lain-lain.
Di tengah kesibukkan mereka sebagai mahasiswa, masih menyempatkan diri untuk memikirkan nasib mahasiswa lain dan daerah dengan cara membentuk KPML-G. Sekali lagi tidaklah berlebihan, mereka harus mendapat apresiasi.
Ke-Dua, tahun 2004-2005 di Lantai 2 Kos Kompleks RRI Gorontalo. Di kosan ini tinggal beberapa orang mahasiswa dari Lemito yakni Irvan Taib, Dedi Haras, Abd Azis Suko dan lain-lain. Pada tahun ini diadakan Mubes KPML-G untuk memilih ketua yang baru, menggantikan Iron Karama yang sudah memasuki masa akhir jabatan. Irvan Taib terpilih secara voting, unggul 1 suara dari Herdiman Haras.
Peserta Mubes saat itu ialah penulis, Irvan Taib, Herdiman Haras, Abd Azis Suko, Diana Pakaya, Sri Maria Nusi, Noviantry Abdjul, Farid Mahabu, Risman Mbata, Rosten Mbata, Idris Soga, Pipin Idris, Abd Karim Dunggio dll, dan Dewan Pembina Tahir Yusuf. Terasa aroma kontestasi yang ketat.
Tapi itulah KPML-G, meski kompetisi berdarah-darah, tetapi jika sudah ada yang terpilih menjadi ketua maka melebur menjadi satu, dilandasi oleh cinta dan solidaritas yang berakar pada “Kesatuan” demi keberlangsungan dan perjalanan KPML-G kedepan.
Ke-Tiga, medium tahun 2004-2006. Tahun ini semacam memberi peta jalan bagaimana pergerakan KPML-G di masa yang akan datang. Pergerakan-pergerakan itu ditandai oleh berbagai tindakan heroik yang dilakoni oleh pengurus dan anggota KPML-G demi tanggung jawab besar kepada organisasi dan masyarakat.
Istilah “Dola Oto” (DO)/menunggu tumpangan mobil secara gratis, pengkaderan formal pertama anggota baru KPML-G di Kantor Desa Lomuli, mengusulkan dan mengawal ke DPRD Provinsi Gorontalo tentang pembangunan tanggul di sepanjang Pantai Lemito, Spider-Man (Manusia Laba-Laba ala KPML-G) dan berbagai tindakan lainnya melengkapi cerita produktif di KPML-G pada medium ini.
DO merupakan langkah solutif yang dilakukan oleh pengurus KPML-G untuk memperlancar kerja-kerja organisasi. Bagaimana tidak, ketika pulang kampung mengurus kegiatan KPML-G, tidak memiliki dana untuk biaya transportasi maupun dana operasional kegiatan, maka DO-lah yang dilakukan.
Menariknya mobil yang ditumpangi jenis Dump Truck, Pick Up (terbuka dan tertutup) yang lintasnya kadang hanya berlaku lintas antar kecamatan dalam satu Kabupaten. Jika menumpang dari Kota Gorontalo, maka maksimal tempat yang bisa ditempuh sampai di Isimu. Kemudian dari Isimu, DO lagi Ke Paguyaman dan seterusnya sampai ke Lemito.
Selanjunya, pengkaderan formal pertama sebagai prasyarat anggota baru di KPML-G yang dilaksanakan di Kantor Desa Lomuli sekitar tahun 2005/2006. Sebelumnya sistem kaderisasi dilakukan secara door to door kelompok terbatas, maupun secara individual.
Tapi, karena jumlah mahasiswa Lemito semakin banyak dan animo bergabung ke KPML-G meningkat, serta sudah mampu melaksanakan pengkaderan maka pengkaderan formal dilaksanakan.
Pengkaderan di Kantor Desa Lomuli merupakan embrio lahirnya pengkaderan formal di KPML-G yang turun temurun sampai saat ini, meski kemasan nama berbeda, tetapi memiliki substansi yang sama yakni penerimaan anggota baru KPML-G.
Masih di medium tahun yang sama, tepatnya di Sekretariat KPML-G Jalan Dua Susun (JDS) bawah, ada kisah menarik. Kisah tersebut dikenal dengan istilah Spider-Man ala KPML-G. Spider-Man yang dimaksud tentu berbeda dengan cerita Pahlawan Super fiktif dari Marvel Comics yang ditemukan oleh Stan Lee dan Steve Ditko yang muncul tahun 1960-an awal serta filmnya sering disaksikan di bioskop-bioskop maupun layar televisi.
Cerita Spider-Man ala KPML-G berangkat dari rasa penasaran penulis mengamati teman-teman KPML-G yang tinggal di Sekretariat. Setiap sore, tiba-tiba muncul dari belakang dapur sekret dengan kondisi berkeringat tak menggunakan baju atasan. Kebetulan penulis tidak tinggal di sekretariat dan hanya sering datang berkunjung.
Suatu waktu, penulis memeriksa apakah di belakang sekretariat terdapat sarana olahraga. Ternyata tak satupun peralatan olahraga ditemukan. Areal belakang dapur kurang lebih berjarak 3 meter dari pagar/tembok kampus UNG. Usut punya usut, Spider-Man ala KPML-G ternyata kegiatan mengintip mahasiswi yang berada di kosan samping sekretariat.
Karena keingin tahuan kepada mahasiswi tersebut, mahasiswa KPML-G penghuni sekretariat mempragakkan ala Spider-Man, menyusuri lorong dan lubang sempit bahkan sampai ke atap kosan, hanya untuk memenuhi hasrat menyaksikan lebih dekat mahasiswi yang sedang asyik duduk di pelataran kosan.
Sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh juga. Peribahasa ini tepat dialamatkan kepada sang pengintip tadi. Kegiatan mengintip diketahui oleh mahasiswi yang sering dibidik, dan menyebabkan persepsi negatif kepada seluruh penghuni sekretariat utamanya kepada mahasiswa (pria). Tapi karena yang dilakukan hanyalah faktor penasaran terhadap orang lain, lambat laun stikma negatif ini hilang.
Ke-Empat, medium 2010 sampai sekarang. Pada fase ini dikenal sebagai re-aktualisasi tradisi KPML-G dalam berpengetahuan, pengorganisasian dan kaderisasi. Maklum empat tahun sebelumnya KPML-G mengalami kelesuan. Fenomena seperti ini biasa dalam organisasi.
Ber-KPML-G merupakan pilihan aktivitas kemahasiswaan Lemito. Setiap pilihan pasti memiliki konsekuensi. Berani memilih KPML-G, bersiaplah kegiatan perkuliahan di kampus terganggu dan mungkin menamatkan studi tepat waktu tertunda.
Sesungguhnya, lambatnya penyelesaikan studi di kampus bukan satu-satunya karena KPML-G, tetapi karena konsistensi mengatur dan membagi waktu. Faktanya, banyak kader-kader handal di KPML-G dapat menyelesaikan studi tepat waktu bahkan memperoleh predikat Cumlaude.
Sejak tahun 2011 s.d sekarang, ada beberapa lakon heroik yang terjadi di KPML-G, diantaranya: penamaan Latihan Kader Lemito (LKL) yakni kegiatan penerimaan anggota baru dan sampai saat ini LKL menjadi nama resmi, strategi musik dalam mengundang mahasiswa Lemito pada setiap kegiatan, kajian-kajian rutin di Sekretariat Perum Awara (BTN) Kota Gorontalo, peluit ajaib, kisah daun jagung kering di dalam amplop serta advokasi pengrusakan biota laut di Kecamatan Lemito.
Ada yang menarik dari beberapa uraian di atas, diantaranya strategi musik dalam merangsang mahasiswa Lemito agar hadir dalam setiap kegiatan. Cara yang dilakukan oleh pengurus KPML-G saat itu terbilang unik dan terkesan kurang sesuai. Tapi itulah strategi yang mengkapitalisasi berbagai peluang.
Jika pendekatan ini tidak dilakukan, maka dipastikan yang hadir dalam kegiatan KPML-G kurang, sementara kuantitas mahasiswa Lemito saat itu cukup banyak. Tentu yang dilakukan bukanlah tujuan, melainkan instrumen penopang tujuan. Tujuannya adalah menggerakan dan menggelorakan kembali semangat ber-KPML-G yang sempat lesu. Ternyata cara ini dianggap ampuh dan implikasinya nampak pada hari ini.
Selanjuntanya ialah kisah peluit ajaib. Mendengar kata peluit mungkin lebih dekat pada kegiatan olahraga. Tetapi peluit ajaib ala KPML-G ialah peluit untuk menguji loyalitas-positif dan disiplin para kader KPML-G.
Kisah peluit ajaib di KPML-G terjadi saat kader tinggal di sekretariat KPMIP-G. Saat itu ada salah satu senior menggunakan peluit ajaib ini. Ketika berbunyi peluit ajaib, tanpa berpikir panjang para kader berlarian menuju sang senior, mendengarkan dengan saksama apa yang diperintahkan oleh senior dan dikerjakan dengan penuh tanggung jawab.
Berikutnya kisah daun jagung dan amplop. Kisah ini terjadi saat pengurus dan panitia KPML-G pulang kampung mengurus kegiatan dan mengumpul donasi dari masyarakat untuk membantu pembiayaan kegiatan KPML-G.
Dana yang diberikan oleh donatur beragam jumlahnya. Dari sekian amplop, ada salah satu amplop berisi daun jagung kering. Melihat isi amplop tersebut, panitia menarik napas diiringi senyum manis, sembari meneguhkan hati bahwa inilah potret masyarakat kita. Mungkin yang mengisi amplop ini ingin membantu, namun tidak memiliki dana.
Berbagai kisah di atas merupakan cerita produktif yang wajib diketahui oleh kader dan alumni KPML-G. Cerita tersebut terjadi karena perjumpaan kreativitas anggota dan kader KPML-G dalam mengarungi hidup ber-KPML-G.
Tidak semua peristiwa di KPML-G tersaji dalam tulisan ini. Paling tidak, ada bahan penting untuk diselami oleh anggota dan KPML-G yang tidak sempat hidup pada era-era tertentu. Suguhan ini semacam memberi semangat baru di KPML-G bahwa organ ini tidaklah lahir begitu saja, melainkan diselimuti oleh kisah-kisah produktif.
Semangat, kolektifitas, rela berkorban dan berani mengambil resiko atas nama KPML-G dan kepentingan masyarakat merupakan nilai tak boleh diabaikan dari uraian di atas. Apalagi diperhadapkan pada pilihan yang sulit, tetapi apapun pilihannya, pesan “Kesatuan” menjadi alarm bagi setiap anggota dan kader.
Praktek kesatuan di KPML-G bukan hanya life service belaka, melainkan diwujudkan melalui tindakan konkrit. Kesatuan memberi semangat kepada seluruh warga KPML-G dalam mengokohkan cita-cita bersama. Memang, menyeragamkan persepsi, tafsir dan kesimpulan pengetahuan tidaklah mudah. Pada level inilah logika persatuan dikedepankan.
Apalagi tantangan kedepan semakin kompleks. Diskursus tentang peran generasi terhadap isu-isu kontemporer tak bisa dielakan. Pergeseran term geopolitik dunia yang berimplikasi pada realitas politik, ekonomi dan sosial budaya nasional maupun di daerah patut dianalisis secara matang.
Dalam konteksnya, kita berada pada generasi mana. Karena sesungguhnya setiap generasi membawa pola pikir genetik sendiri-sendiri. Generasi Pre Boomer, Baby Boomer, generasi X, Y (Millenial) dan Z yang memiliki cara pandang berbeda terhadap realitas hidup. Ditambah lagi generasi Alpha (lahir tahun 2010 s.d sekarang) yang belum teridentifikasi perilakunya.
Pendeknya, jika KPML-G bisa memberi andil positif
terhadap diri dan publik, maka yang wajib dilakukan oleh warga KPML-G adalah
menyelami kisah heroik di KPML-G, menyadari eksistensi diri, membaca realitas
(dunia, nasional, daerah) dengan benar dan berpegang teguh pada filosofi kata “Kesatuan”.
Penulis: Rasid Yunus
Publish: Pebriyanto A. Hulinggi
Posting Komentar