Lemito dan Masa Depan




 Oleh: 
RASID YUNUS

Mendengar kata Lemito, orang pasti akan berpikir sejanak dan secara spontan menyebut bahwa Lemito adalah satu kecamatan yang ada di Pohuwato bagian barat karena letaknya di bagian barat Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, tanpa mengabaikan kecamatan lain yang memang posisinya berada di bagian barat pula. Pusat pemerintahan Kecamatan Lemito berada di Desa Lemito.

Lemito adalah anugrah yang diberikan Tuhan untuk masyarakatnya, baik masyarakat Desa  Lemito, Lemito Utara, Kenari, Wanggarasi Barat, Wanggarasi Tengah, Suka Damai, Lomuli dan Desa Balobalonge. Anugrah ini patut diterima dengan ikhlas, disyukuri dengan iman dan ikhsan serta dikelola secara wajar demi anak cucu kedepan.

Lemito adalah warisan yang harus dijaga karena di sinilah warganya hidup dan tinggal, mengerjakan seluruh aktifitas-produktif.  Lemito memberi harapan terhadap warganya untuk maju dan berkembang dengan optimisme dan kerja keras serta kerja cerdas, menggunakan segala potensi yang ada baik potensi materil maupun potensi imateril. 

Berkembang tidaknya Lemito tergantung pada proses pembangunan serta sumber daya yang mendukungnya. Sumber daya itu cukup tersedia di Kecamatan Lemito. Lemito memiliki hamparan laut dengan potensi kelautan dan perikanan, lahan perkebunan dan pertanian, hutan yang begitu luas, berbagai sumber usaha dan jasa dan memiliki sumber wisata yang luar biasa uniknya.

Selain itu, Lemito memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai, relasi sosial yang penuh dengan semangat kolektifitas walaupun secara sosiologis sering terjadi dinamika (taraf yang tidak menghawatirkan). Jalan yang menghubungkan Provinsi di Sulawesi, suasana keberagamaan yang lumayan taat. Memiliki tipologi sosial yang beragam, dengan jumlah penduduknya kurang lebih 11.923 jiwa.

Terkait pembangunan, terkadang hanya terfokus aspek SDM, SDA, anggaran dan regulasi. Padahal semua itu hanyalah faktor sekunder. Apakah faktor primer dalam pembangunan? Jawabannya adalah modal sosial. Lalu bagaimana kerangka kerja modal sosial dalam proses pembangunan? Itulah yang sedikit diuraikan pada paparan berikut ini.

Modal sosial adalah serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok, yang memungkinkan terjalinnya kerja sama diantara mereka. Modal sosial pula sebagai penghela semangat kolektifitas masyarakat untuk membangun daerahnya.

Sebagai contoh daerah transmigrasi yang dulunya bukan apa-apa, tidak butuh waktu lama warga daerah transmigrasi bisa melangsungkan kehidupan kearah yang lebih baik. Malah di beberapa tempat perkembangan daerah transmigrasi jauh meninggalkan daerah yang berada di sekitarnya.

Beberapa studi menyebut bahwa daerah transmigrasi mengalami kemajuan pesat karena dipengaruhi oleh modal sosial warganya. Diantara modal sosial di daerah transmigrasi adalah saling percaya (menjaga kepercayaan). Kepercayaan digunakan pada saat beraktifitas-produktif diantara sesama warga maupun digunakan dalam membangun desa. 

Modal sosial pula menyebabkan negara Jepang maju dalam pembangunan. Kerja keras merupakan tipikal masyarakat Jepang. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang tertinggi di dunia, dimana seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam waktu 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain membutuhkan waktu 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama.

Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut tidak dibutuhkan oleh pemerintah maupun oleh perusahaan. Selain itu, malu adalah budaya leluhur dan turun temurun di Jepang. Istilah “HARAKIRI” atau bunuh diri dengan menusukan pisau ke perut menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran.

Belakangan wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus dst) yang terlibat masalah korupsi atau gagal menjalankan tugasnya di Jepang. Itulah beberapa contoh modal sosial masyarakat yang bisa dijadikan referensi dalam membangun daerah, termasuk Kecamatan Lemito.

Dalam membangun Lemito modal sosial butuh pengetahuan. Dengan pengetahuan orang bisa memprediksi dan menjelaskan peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang berdasarkan indikator yang jelas. Termasuk prediksi tentang tantangan dan ancaman. Berikut ini beberapa hal yang menjadi tantangan dan ancaman Lemito, seperti:

(1) Bonus Demografi. Bonus demografi beririsan dengan generasi milenial. Bonus demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun). Bonus demografi membawa implikasi positif terhadap pertumbuhan sosial-ekonomi. Namun, berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika tidak disiasati dengan matang. 

(2) Revolusi Industri 4.0. Era ini ditandai dengan pemanfaatan teknologi digital yang mendorong otomasi dan pertukaran data dalam pembangunan. Dalam konteks Indonesia revolusi indutri 4.0 telah mengeliminasi beberapa pekerjaan saat ini. Gelombang PHK karena alasan efesiensi dan disrupsi teknologi adalah ancaman nyata.

(3) Bencana Alam. Di Lemito bencana banjir  sering terjadi. Walaupun masih berskala kecil, tetapi jika tidak mendapat perhatian serius, bukan tidak mungkin akan terjadi banjir yang besar akibat illegal logging. Hanya saja kondisi ini harus disikapi dengan bijak karena berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Lemito terutama Masyarakat Desa Lemito Utara. 

(4) Minuman Keras. Di Lemito salah satu pemicu kriminalitas adalah minuman keras. Ini wajar karena jika seseorang yang sudah mengkonsumsi minuman keras berlebihan akan memperlambat fungsi-fungsi tubuh yang vital, mengakibatkan gerakan goyah dan persepsi terhadap orang lain terganggu. Pendeknya, minuman keras akan menghambat kerja normal otak. Akibatnya, terjadi pergaulan sosial yang tidak sehat.

(5) Obat Terlarang (Narkoba). Di Lemito penyalahgunaan narkoba belum masuk pada zona yang membahayakan. Rata-rata penyalahgunaan narkoba di daerah ini masih dalam taraf pemakai saja. Tapi tidak boleh hal ini dibiarkan begitu saja. Kasus yang ditangani serius oleh BNN Provinsi Gorontalo yang melibatkan masyarakat biasa, ASN, birokrat maupun politisi harus menjadi perhatian.

Pada akhirnya, diksi dan narasi di atas mungkin menurut beberapa kalangan mengada-ngada dan utopis. Tapi menurut penulis, sikap antisipatif itu penting. Peristiwa yang kita alami sekarang, mungkin tidak terbayangkan sebelumnya. Sebagai contoh wabah Covid-19. Karena tidak dipikirkan sejak dulu, akhirnya negara-negara di dunia termasuk Indonesia terkesan gagap menghadapi wabah ini.

Olehnya, kedepan kita butuh sikap antisipatif. Antisipatif akan mendatangkan ketangguhan dan kemajuan.  Kalau mau daerah ini tangguh dan maju, maka biasakanlah sikap antisipatif dan tinggalkanlah jauh-jauh kebiasaan reaktif.


Penulis: RASID YUNUS

Publish: PEBRIYANTO H


0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama