Oleh:
Rasid Yunus
Kesatuan Pelajar Mahasiswa Lemito (KPML) adalah organisasi pelajar dan mahasiswa yang berasal dari Kecamatan Lemito Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Organ ini merupakan hasil kreasi anak muda yang bertujuan untuk mengembangkan potensi-kreatifitasnya.
Potensi-kreatifitas bukan hanya diperoleh lewat bangku sekolah atau kampus secara formal. Tetapi juga diperoleh dan dikembangkan lewat kegiatan yang terpola dengan baik. Di persekolahan maupun bangku kuliah kurang menyiapkan secara toralitas pengembangan kreatifitas. Sebab itulah orang masuk organisasi.
Hal yang menarik di KPML adalah organ ini didirikan bukan hanya didasari atas kecintaan sesama pemuda-pemudi Lemito, bukan pula sebagai pelengkap administrasi dan pelengkap kader di Kerukunan Pelajar Mahasiswa Indonesia Pohuwato Gorontalo (KPMIP-G), bukan pula sebagai pengembangan kreatifitas yang tak berfaedah bagi orang banyak.
Tidak membiasakan kadernya untuk selalu bersabar ketika menghadapi masalah, yang notebenenya masalah tersebut bersumber dari ketidak benaran, juga bukan wadah yang menghimpun kebersamaan, persaudaraan baik secara politik maupun antropologis, tetapi lebih dari itu semua.
KPML didirikan untuk mengisi ruang gerak-psikologis anak muda, baik ruang gerak dalam mengasah ketangguhan hidup, ruang gerak dalam mengasah daya kritik pemuda, ruang gerak dalam mengasah kemampuan spritual anak muda, ruang gerak dalam mengasah kecerdasan emosional-sosial serta ruang gerak yang mampu mengasah kemampun mewarisi kebaikkan pada generasi selanjutnya.
Ketangguhan yang dimaksud adalah kader KPML mampu melewati segala proses yang dilalui baik dalam taraf pengkaderan sebagai prasyarat anggota baru, maupun ketangguhan dalam mengasah ilmu-pengetahuan yang terarah dan sistematis serta ketangguhan dalam menghadapi perbedaan pendapat sesama kader dan alumni.
Daya kritik pemuda adalah anggota KPML selalu menggunakan paradigma kritis ketika mengamati segala fenomena sosial yang ada. Kesadaran kritis penting sebagai penyuplay tambahan dalam setiap perubahan sosial yang ada. Sebab, setiap perubahan sosial tanpa didasari oleh perencanaan yang matang maka akan terjadi kehancuran. Olehnya kontrol sosial sangat penting, dan KPML harus mengambil bagian pada level ini.
Kemampuan spritual, dan kemampuan emosional-sosial yang dimaksud adalah kader KPML sebagai makhluk harus menyadari tidak ada kekuatan mutlak di muka bumi ini melainkan kekuatan sang pencipta. Olehnya, wajib hukumnya untuk taat terhadap perintah agama sebagai manifestasi ketaatan terhadap sang pencipta. Akan tetapi ketaatan yang dimaksud bukan hanya terjebak pada ritualitas dan rutinitas ibadah pribadi semata. Tetapi juga harus dibarengi dengan kesalehan sosial. Sebab mengukur keberagamaan sesorang, bukan hanya dilihat dari kaca mata individual saja melainkan dapat dinilai bagaimana cara dia memperlakukan manusia dan makhluk lain.
Sedangkan kemampuan mewarisi adalah kemampuan atau kecerdasan dimana manusia sudah berada pada taraf yang lebih. Pada saat itu pula, dia mulai memikirkan bagaimana cara mewariskan pengetahuan, sikap dan kebijaksanaannya pada orang lain (kaderisasi), untuk menjamin keberlangsungan misi kebaikan yang telah diperjuangkan.
Semua gerak-psikologis yang digambarkan di atas tersirat makna bahwa setiap proses yang dilalui unsur nilailah yang menjadi tolok ukurnya. Nilai yang dimaksud bukan hanya dipahami sebagai nilai abstrak secara konseptual. Melainkan nilai-aplikatif, sebagai alat pengontrol pada setiap aktifitas dan gerak anggota maupun alumni KPML dimanapun berada.
Memang disadari memperoleh, memperjuangkan dan mempertahankan nilai tidaklah mudah karena berkaitan dengan watak manusia. Apapun modelnya disinilah diuji konsistensi manusia terutama mereka-mereka yang berada pada pusaran kekuasaan. Apakah mereka konsistensi akan nilai kebenaran dan kebaikan atau justru terjebak pada pola hidup yang fragmatis-materialis serta feodalis-tirani ketika berkuasa.
Untuk itu, sangat penting meneladani tokoh terdahulu yang konsisten menjalankan nilai kesederhanaan dan kebaikan di berbagai level kehidupan.
Sebagai contoh pengakuan George McTurnan Kahin guru besar Universitas Cornell Amerika Serikat tentang M. Natsir. Ketika Kahin kali pertama bertemu Natsir pada tahun 1946, pada saat itu Natsir Menteri Penerangan RI namun Natsir memakai kemeja bertambalan, sesuatu yang belum pernah dilihat oleh Kahin diantara para pegawai pemerintah manapun.
Bandingkan dengan pejabat-pejabat sekarang sangatlah kontradiktif. Jangankan bicara pejabat pemerintah, anak-anak muda yang baru menjabat ketua organisasi kemahasiswaan/kepemudaan pakaiannya sudah melebihi mewahnya pakaian selebritis dan mereka bangga dengan hal itu.
Selanjutnya, kisah Mohammad Hatta tentang sepatu Bally. Pada tahun 1950-an Bally dianggap merek sepatu bermutu tinggi pada saat itu. Demi sepatu itu, Bung Hatta berusaha menabung. Namun, uang tabungannya tidaklah pernah mecukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang meminta pertolongan. Hingga akhir hayatnya, Bung Hatta tak pernah bisa memiliki sepatu Bally idamannya itu.
Kisah Baharudin Lopa (Barlop), seorang yang mampu menjadi pemimpin daerah (Bupati Majene Sulawesi Selatan) yang baru berusia 25 tahun. Namun karirnya yang mentereng diperoleh sebagai Kepala Kejaksaan Negeri maupun Kepala Kejaksaan Tinggi di berbagai daerah. Semasa Aktif Barlop dikenal tegas dan berani melawan kejahatan kerah putih. Ia menyeret Tony Gozal alias Go Tiong Kien dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi sebesar RP 2 miliar saat itu.
Selain itu, Barlop berani mengusut kasus yang melibatkan mantan Presiden Soeharto. Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan Barlop. Bagi dia tak ada urusan sepele, tak terkecuali soal bensin di mobil yang dipakainya. Pernah seorang jaksa mengisikan bensin di mobil dinas Barlop. Ketika Barlop mengetahui, bensin tersebut dikembalikan kepada sang jaksa tadi.
Kisah di atas memberi inspirasi bagi kita terutama anggota KPML dan alumni KPML di manapun berada. Bahwa konsistensi akan menjalankan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran itu penting. Kalau saja tokoh yang digambarkan di atas mau, apa yang tidak mungkin bagi mereka, karena mereka memiliki kuasa pada saat itu. Tapi mereka tidak mau karena konsistensi mereka pada nilai kebaikan dan kebenaran serta kesederhanaan.
Konsistensi akan nilai ini pula yang membedakan kita dengan orang lain, dan nilai inilah yang menjadi pegangan KPML selama ini. Yakinlah bahwa yang konsisten terhadap nilai pastilah dikenang oleh kebaikan sejarah serta berimplikasi positif terhadap keluarga, keturunan dan anak cucu, begitupun sebaliknya.
Bagaimana mau dikenal baik oleh sejarah sedangkan mengelola kekuasaannya saja tidaklah bijak. Orang yang seperti ini tidaklah pantas mengelola kekuasaan-pemerintahan serta tidaklah pantas menyandang tokoh yang disegani. Di KPML semua perilaku buruk yang tidak sesuai dengan nilai kebaikan, kebenaran dan kesederhanaan harus dibuang jauh-jauh.
Sebab bagi KPML, hidup ini bukan hanya bicara seberapa tinggi kekuasaan yang didapatkan. Berapa banyak harta yang diperoleh serta pengaruh yang dimiliki. Tetapi juga berbicara secara kontinu tentang nilai kebaikan, kebenaran dan kesederhanaan yang disemaikan pada generasi mendatang.
Penulis : Kader dan Alumni KPML
Editor: Rasid Yunus
Publish: Febrianto Hulinggi
Posting Komentar